Monday, January 15, 2018

Pengalaman saya minum OAT (Obat Anti Tuberkulosis)

Saya di vonis terkena TBC Kelenjar setelah menjalani biopsi 2 benjolan yang ada di leher sebelah kanan dan kepala bagian belakang. Benjolan di leher saya lebih besar ukurannya dari pada benjolan di kepala, karena saat pertama kali saya memeriksakan diri, benjolan di belakang kepala memang baru muncul dan masih sebesar biji jagung. Sedangkan benjolan di leher saya sudah sebesar bawang merah kualitas super yang besar. Kedua benjolan yang saya miliki, nyeri saat di pegang. Serta daerah di sekitarnya terasa kaku dan sendinya sakit saat digerakkan.

Dari Faskes tingkat 1 tempat saya biasanya berobat, saya di rujuk ke Poli Bedah Umum di RSUD di kota saya. Dari Poli Bedah Umum saya mendapat rujukan internal ke Patalogi Anatomi untuk menjalani biopsi. Dari Patologi Anatomi saya di kembalikan lagi ke Poli Bedah Umum. Dan disini lah saya di vonis terkena TBC kelenjar. Senang karena benjolan saya hanya perlu ditangani dengan pemberian obat telan, bukan di bedah. Sedih karena pengobatannya akan memakan waktu paling sedikit 6 bulan.

Dari Poli Bedah Umum saya di rujuk ke Poli Paru. Saat bertemu Dokter Spesialis Paru saya menyakan beberapa hal kepada beliau. Pertanyaan pertama saya adalah apakah penyakit saya menular? Dokter menjawab kalau penyakit saya tetap menular, tapi penularan nya berbeda dengan TBC paru. Kalau TBC paru menular lewat cairan ludah saat si penderita batuk, TBC kelenjar bisa menular lewat tranfusi darah. Saya merasa lega tapi tetap khawatir TB saya menular kepada anggota keluarga yang lain, terutama anak saya yang masih berumur 1 tahun. Jadi saya selama satu bulan pengobatan awal TB menggunakan alat makan yang khusus saya pakai sendiri.

Pertanyaan saya yang kedua adalah apakah obat OAT yang akan saya minum berpengaruh pada ASI? Beliau menjawab kalau OAT aman untuk ASI. Saya sangat lega, karena anak saya masih minum ASI dari saya, dan tidak mau minum sufor sama sekali. Saya juga khawatir kalau efek samping OAT akan berpengaruh juga pada anak saya. Dokter bilang kalau OAT aman buat ibu menyusui, tapi OAT tidak boleh dikonsumsi oleh ibu hamil. Kalau di tengah terapi OAT seorang wanita dinyatakan hamil, maka dia harus menghentikan terapi OAT dan harus memulai terapi lagi dari awal setelah melahirkan.

Dokter juga menjelaskan kalau penyakit TBC apapun jenisnya harus segera di obati. Karena kalau tidak segera di tumpas, kuman TBC yang sangat bandel bisa menyerang anggota tubuh yang lain seperti paru-paru, tulang, selaput otak bahkan rahim dan lambung. Jadi si kuman TB ini baneran bandel banget, karena dia bisa menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah dan bisa menempel organyang mana saja di dalam tubuh kita. Serem banget ternyata.

Dokter juga menjelaskan beberapa efek samping yang mungkin saya alami saat mengkonsumsi OAT. Terutama air seni yang berwarna kemerahan. Ini normal kok. Jadi jangan panik kalau setelah mengkonsumsi OAT, saat berkemih air seni berwarna merah. Yang perlu dilakukan adalah tingkatkan asupan air putih kita. Dokter juga meresepkan beberapa vitamin, salah satunya ‘curcumin’.

Ternyata setelah browsing, saya dapat info kalau si kurkumin ini baik untuk dikonsumsi. Selain meningkatkan nafsu makan serta membuat badan segar dan fit, si kurkumin ini baik buat penderita asam lambung. Dan bagi penderita TB yang sedang menjalani terapi OAT, kurkumin ini bisa menjaga fungsi hati, yang harus bekerja keras karena OAT ini termasuk obat yang sangat keras. Dan si kurkumin ini ternyata ada di dalam temulawak. Jadi sejak pertama kali minum OAT, saya juga rajin mengkonsumsi jamu temulawak yang saya buat sendiri di rumah.

Dari Poli Paru saya dirujuk balik ke Puskesmas tempat saya berobat pertama kali. Setelah menyampaikan rujukan balik, dokter memberi saya kartu kuning. Kartu yang berwarna kuning ini fungsinya untuk menulis berapa OAT yang telah diberikan, tanggal berapa obat di berikan, dan pada tanggal berapa harus mengambil obat lagi.

 Saya juga di suruh untuk timbang berat badan. Karena  berapa banyak butir OAT yang harus kita minum setiap hari nya, di tentukan oleh berat badan kita. Saat itu berat badan saya 51 kg, oat yang harus saya minum setiap harinya sebanyak 3 butir. Oh ya, terapi OAT di bagi dua. Dua bulan pertama di sebut masa pengobatan intense. OAT yang harus kita minum warna nya merah ukurannya besar. Bulan selanjutnya OAT yang kita minum warnanya kuning, dan ukurannya lebih kecil.
Dokter memberi saran untuk meminum OAT sebelum tidur, supaya kalau ada efek samping yang sedikit parah, tidak akan mengganggu aktifitas kita di siang hari.

Pengobatan TB paling cepat selama 6 bulan, dan paling lama bisa 2 tahunan. Malah ada yang terapi OAT lebih dari 2 tahun. Dan minum OAT ini harus setiap hari, tidak boleh terlewat seharipun. Kalau bisa OAT diminum pada jam yang sama setiap hari agar efeknya maksimal. Kalau sampai kita kelupaan minum OAT, maka kita harus mengulang pengobatan dari awal lagi, jadi masa minum obat nya jadi lebih panjang. Maka dari itu usahakan di rumah ada  seseorang yang ditunjuk dan dipercaya sebagai PMO (pengawas minum obat). Kalau di rumah saya, suami yang selalu mengingatkan saya untuk minum obat.

Dan Bukan tanpa alasan kalau penderita TB di wajibkan meminum OAT setiap hari. Kalau samapi sampai lupa atau berhenti di tengah pengobatan, kuman TB yang ada di tubuh kita bisa menjadi kuman TB MDR (multi drugs resistance). Dan pengobatan TB MDR itu bisa lebih lama lagi, dan obat yang diminum pun dosis nya lebih banyak dari sebelumnya. Kasihan tubuh kita jadi nya, karena efek OAT ini banyak sekali, dan berbeda tiap orang.

Kalau saya pribadi selama 2 bulan minum OAT ini, efek samping yang pernah saya rasakan adalah:

1.       Mulut kering

Ini hal yang pertama kali saya rasakan. Mulut rasanya kering dan panas banget. kayak sariawan dan panas dalam. Jadinya malas kalau mau makan dan minum. Tapi saya tetap berusaha makan dan banyak minum karena ini demi tubuh tetap sehat dan kuat melawan si kuman TB. Jangan sampai tidak makan, dan kalau bisa makan yang banyak biar si kuman TB tidak semakin kuat. Sejenak lupakan diet anda, dan jangan berpikir tentang diet saat anda terjangkit TB. Tapi makanan nya juga harus yang bergizi ya. Banyak makan buah dan sayur. Dokter juga selalu meresepkan vitamin saat mengambil OAT.

2.       Mual

Ini yang parah banget. Karena sebelum minum OAT saya punya penyakit asam lambung yang sering banget kambuh. Alhamdulillah selama 2 bulan ini cuma 2 kali lambung saya kambuh, mungkin karena sejak mengkonsumsi OAT saya rutin mengkonsumsi jamu temulawak.

3.       Gatal gatal berair

Sejak hari pertama minum OAT telapak dan punggung kaki serta tangan saya sangat gatal. Muncul bintil bintil kecil mengelompok dan menyebar hanya di bagian tangan dan kaki. Saya kasih salep apa saja gak mempan. Sampai saya harus di rujuk ke Poli Spesialis Kulit dan Kelamin. Saya dapat salep yang saya lupa apa namanya. Tapi belum sempat saya pakai salepnya, gatal gatal itu sembuh dengan sendirinya.

Butuh waktu sekitar sebulan agar tangan dan kaki saya bisa kembali seperti semula karena kulitnya kering dan akhirnyaa mengelupas. Saat pengelupasan ini, kaki dan tangan saya sangat kasar dan terlihat sangat jelek. Saya sampai malu kalau keluar rumah tanpa kaos kaki. Sebab orang-orang pasti tanya mengenai kaki dan tangan saya.

4.       Biduran / urtikaria

Sebenarnya sudah sejak saya balita, kalau saya alergi terhadap suatu zat, gejala alergi yang pertama kali akan muncul adalah biduran. Dan sepertinya saya alergi dengan OAT yang sedang saya minum. Karena setiap hari biduran saya kambuh. jadi selain setiap hari saya harus minum OAT, saya juga harus minum obat anti alergi.

5.       Pegal Linu

Sebulan setelah saya minum OAT tiba-tiba sendi lutut saya terasa sakit. Dulu saya kira ini karena saya sering makan kacang, karena dulu saya pernah terserang asam urat. Tapi ternyata yang sakit bukan hanya sendi di kedua lutut saya, tapi bahu sebelah kanan dan kiri, siku dan pergelangan tangan sebelah kanan saya juga sakit. Ditambah tubuh saya rasanya pegal-pegal semua. Terutama ketika bangun tidur. Jadi sejak bangun tidur saya usahakan banyak bergerak, karena kalau cuma dibuat tiduran, badan terasa semakin sakit.


Itu saja efek samping yang saya rasakan selama 2 bulan ini. Saya akan share lagi pengalaman saya selama meminum OAT di postingan selanjutnya. Tetap semangat menjalani kehidupan kawan. ☺☺☺

Friday, January 12, 2018

Pengalaman Saya Terkena TBC Kelenjar

Sudah hampir sebulan kepala saya sakit tak tertahankan. Rasanya berat sekali. Sebulan ini saya jarang beraktifitas, lebih banyak istirahat dan tidur. Saya tidak pernah minum obat apapun saat sakit kepala. Kecuali kalau saya sudah tidak sanggup lagi menahan sakit nya. Menurut saya sakit kepala akan sembuh kalau kita mampu mengatasi penyebabnya.

Setelah sebulan lama nya, sakit di kepala saya mulai menjalar ke bagian leher, tengkuk dan pundak. Rasanya berat, nyeri dan pegal. Tiap hari suami saya tidak pernah absen memijit tengkuk, leher dan kepala saya. Kadang juga saya pijit-pijit sendiri. Lega rasanya saat dipijit, tapi setelah selesai malah bekas bagian yang dipijit terasa sakit. ‘Njarem’ kalau istilah Jawanya.

Beberapa hari kemudian leher saya tidak bisa digerakkan sama sekali. Aktifitas saya semakin terbatas. Ibu saya bilang mungkin posisi tidur saya salah. Tapi posisi tidur saya seperti biasanya. Kalau suami saya bilang, mungkin saya kurang olahraga. Masuk akal sih, tapi walaupun kurang olahraga, saya banyak banget lho geraknya. Sehari bisa naik turun tangga lebih dari 10 kali. Karena memang kamar tidur saya ada di atas, dan kamar mandi cuma ada satu di bawah. Jadi saya sering sekali naik turun tangga. Tiap pagi juga sering ajakin si Dedek jalan-jalan sambil dorong kereta bayi. Kadang bersepeda juga. Apa iya masih kurang geraknya. Ya gak pa pa deh, saya tampung masukan Pak Suami.

Akhirnya sejak itu, tiap pagi sebelum matahari terbit saya sempatkan jogging dan olahraga ringan selama kurang lebih setengah jam. Terutama sekali saya melatih gerakan leher menghadap ke kanan, kiri, atas dan belakang. Lalu saya putar ke arah kiri dan kanan. Hari pertama ampun deh rasanya, kaku dan sakit banget. Rasanya pengen nangis.

Selain rutin buat gerakan leher, saya juga rutin kasih balsam atau counterpain ke leher dan bahu saya. Kadang saya kasih koyo cabe. Entah berapa koyo yang sudah saya habiskan, tapi gak ada pengaruh sedikitpun ke leher saya. Besoknya saya memutuskan pergi ke tukan pijat. Mungkin ada yang salah dengan otot leher dan bahu saya. Nah, disini nih baru ketahuan kalau ternyata di leher sebelah kanan saya sudah ada benjolan sebesar jempol tangan saya. Padahal kemaren kemaren saat suami dan saya sendiri yang mijit, tidak ada benjolan kok. Apa iya baru muncul beberapa hari ini?

Semenjak itu saya suka meraba tuh benjolan sambil berpikir apa hubungan nya si benjolan dengan sakit di leher saya. Saya juga sering browsing terkait benjolan di leher, tapi kok ya gak pernah nemu artikel yang berhubungan dengan TB kelenjar. Bukannya tidak ada, hanya mungkin kata kunci yang saya masukkan di google pencarian tidak mengarahkan saya ke penyakit ini. Kebanyakan malah artikel soal kanker kelenjar getah bening yang bikin parno. Itulah perlunya Dokter untuk setiap keluhan kesehatan yang kita punya, karena memang merekalah yang paling tahu dalam masalah ini.

Beberapa hari berikutnya si benjolan makin besar. Tubuh saya juga rasanya lain dari biasanya, seperti tidak enak badan. Tenggorokan juga sakit saat itu, leher apalagi, makin hari makin kaku dan susah di gerakkan. Saat itu saya mikirnya mungkin ini pembesaran kelenjar getah bening karena saya sedang terjangkit radang tenggorokan. Tapi seumur hidup berkali-kali terkena radang tenggorokan dan flu parah, kok ya baru kali ini pakek benjol segala.

Suami saya mulai panik saat melihat benjolan di leher saya semakin membesar. Dia terus mendesak agar saya segera memeriksakan diri. Aku tetap kekeh kalau aku cuma sakit ringan, nanti juga benjolannya mengecil sendiri,dan sakit di leher akan hilang dengan sendirinya. Setelah radang tenggorokan saya membaik, benjolan di leher saya tak kunjung mengecil. Saya tetap tenang, mungkin setelah demam saya dan kondisi saya benar-benar fit benjolan nya akan segera mengecil. Bukannya tambah mengecil, benjolan di leher saya semakin membesar dan bertambah lagi satu benjolan di belakang kepala bagian bawah. Saya mulai panik dan menuruti suami untuk segera berobat.

Besoknya saya berobat ke puskesmas tujuan yang tertulis di kartu BPJS saya. Setelah mengambil nomer antrian dan daftar di loket, saya mendapat nomer antrian lagi untuk digunakan di Poli Umum. Saat giliran saya di panggil, saya masuk, lalu duduk dan menceritakan keluhan saya. Dokter melihat dan meraba benjolan saya, lalu memeriksa tensi darah saya. Tekanan darah saya saat itu rendah, karena beberapa hari memang kondisi tubu8h saya kurang fit. Dokter lalu meresapkan obat dan menyuruh saya kembali setelah obat habis, apabila benjolan di leher saya tidak kunjung mengecil.

Saya dikasih obat sebanyak 6 biji, yang setelah saya amati ternyata obat jenis antibiotik. Obat nya di minum sehari 2 kali. Saya periksa hari Jumat, jadi hari Minggu obat sudah habis. Hari Senin saya balik lagi ke Puskesmas karena benjolan di leher saya tidak mengecil sama sekali dan leher saya masih terasa sakit dan kaku, ditambah benjolannya terasa nyeri saat di tekan.

Setelah melakukan pendaftaran melalui loket dan bertemu dokter umum saya di tanya lagi keluhan saya apa. Saya menceritakan keluhan saya dari awal dan bilang kalau ini ke dua kalinya saya berkunjung ke Puskesmas, karena yang menangani saya hari itu bukan dokter yang sama yang meresepkan antibiotik kala itu. Setelah mendengarkan keluhan saya, dokter segera menyuruh saya ke poli lansia untuk minta rujukan ke fasilitas kesehatan yang lebih besar yaitu RSUD. Kok ke Poli Lansia? Iya, kebetulan di Puskesmas ini ruangan khusus untuk mengurus rujukan jadi satu dengan Poli Lansia. Ini bukan kali pertama saya dirujuk ke RSUD, jadi saya sudah paham apa yang harus dilakukan.

Hari itu juga saya langsung meluncur ke RSUD. Setelah parkir sepeda motor, saya ambil nomer antrian khusus pasien BPJS di meja security. Hari itu saya dapat nomer antrian sekitar 180 an. Saya di rujuk di Poli Bedah. Setelah urusan di loket selesai, saya menunggu di kursi tunggu di depan Poli Bedah. Setelah lama mengantri, akhirnya giliran saya di periksa. Dokternya masih cukup muda, sopan dan sangat ramah. Beliau memperkenalkan diri sebelum melakukan pemeriksaan. Beliau bertanya tentang keluhan saya. Dokter lalu memeriksa benjolan di leher dan kepala saya di bantu seorang Asisten Dokter wanita.

Beliau juga menceritakan sedikit tentang kemungkinan benjolan yang ada di leher dan belakang kepala saya. Kalaupun nanti diperlukan tindakan pengangkatan benjolan, beliau menyarankan agar diangkat saat benjolan nya sedikit agak besar ukurannya. Saya mengangguk-angguk sambil menelan ludah. Saya membayangkan gimana nanti kalau dilakukan tindakan pembedahan. Saya sedikit parno dengan alat-alat medis. Apalagi membayangkan pisau bedah. Fuuuuhhhhh…

Dokter menjelaskan lagi, kalau tidak semua benjolan memerlukan tindakan pengangkatan atau bedah. Tergantung hasil pemeriksaan setelah di lakukan tes di laborat. Pemeriksaan benjolan ini namanya ‘biopsi’. Akhirnya saya dikasih rujukan untuk melakukan biopsi di ruang ‘Patologi Anatomi’.
Setelah melakukan pendaftaran di loket laboratoruim, saya harus menunggu lagi. Karena ternyata dokternya belum datang. Setelah satu jam menunggu akhirnya doktenya datang juga, seorang wanita paruh baya. Kata pasien yang lain, saya cukup beruntung karena beberapa pasien sudah mengantre sejak hari Jumat, dan baru hari ini dokternya hadir.Bu Dokter ini denger-denger memang satu-satunya dokter ahli patologi anatomi khusus yang menangani masalah benjolan, kista, tumor dan kanker di kota saya. Selain dinas di RSUD tempat saya melakukan pengobatan saat itu, beliau juga terkadang harus dinas keluar kota dan buka praktek sendiri di rumah.

Setelah beberapa pasien di biopsi kini giliran saya. Setelah masuk, saya langsung disuruh berbaring miring ke kiri, karena letak benjolan saya di leher sebelah kanan. Setelah membaca basmalah, Dokter menyuntikkan jarum dan menyedot cairan di benjolan saya. Suntikan yang digunakan lebih besar ukurannya dari jarum suntik. Benjolan di leher saya mendapat 3 suntikan, dan di kepala saya sekali suntikan. Tapi yang nano nano banget rasanya itu adalah suntikan di kepala. Kereeen banget rasanya. Hiks hiks hiks.

Setelah selesai saya masih harus menunggu lagi untuk mengetahui hasil biopsi. Setelah menunggu selama lebih dari setengah jam, perawat yang membantu para pasien dalam pengambilan sampel biopsi mengumumkan kalau hasil biopsi akan di beritahukan dan di jelaskan oleh Dokter yang menangani kita di Poli masing-masing. Ada yang di suruh kembali hari Selasa, ada yang di suruh kembali hari Rabu. Kebetulan saya di suruh balik ke Poli Bedah pas hari Rabu. Saya pun pulang dari RSUD.

Sejak pulang dari Rumah Sakit, saya kepikiran terus dengan benjolan di leher saya. Apalagi setelah di biopsi benjolan semakin membengkak dan meninggalkan rasa nyeri. Kira-kira saya kena penyakit apa. Berbahaya atau tidak. Saya sampai tidak semangat ngapa-ngapain sejak itu. Apa mungkin saya kena tumor atau kanker. Aish, pikiran saya kacau banget.

Hari rabu telah tiba. Selepas shubuh sekitar jam lima pagi saya sudah antri di loket RSUD. Jam tujuh lebih seperempat saya sudah antri di depan Poli Bedah. Dan baru sekitar jam setengah sepuluh saya dipanggil masuk. Di dalam poli bedah saya harus menunggu lagi. Saya rasanya pengen cepat-cepat keluar dari ruangan itu. Saya gak tahan mendengar seorang bayi yang terus terusan menangis. Pas masuk tadi aku lihat tangan nya di perban, usianya baru 4 bulan. Ada juga anak kecil yang teriak-teriak di atas kursi roda. Seorang ibu yang ditawarin di bedah di jari tangannya untuk mengambil benjolan, namun tanpa obat bius, karena obat bius spray nya lagi kosong.  dan beberapa pasien lainnya dengan perban masing-masing. Saya sepertinya sudah tidak kuat kalau harus menunggu lebih lama lagi.

Akhirnya nama saya di panggil juga. Saya segera masuk menghadap Dokter. Dokter dan Asisten yang sama yang dulu memeriksa saya. Setelah dipersilahkan duduk, dokter langsung memberitahu saya hasil tes biopsi dan mengabarkan kalau saya akan di rujuk ke Poli Paru. Hah? Poli Paru? Saya kan gak batuk atau sesak nafas. Lagian apa hubungannya benjolan di leher dengan poli paru. Dokter menangkap kebingungan saya dan menjelaskan kalau benjolan di leher dan kepala saya di sebabkan oleh bakteri TBC. Jadi saya harus di rujuk ke Poli Paru untuk mendapatkan pengobatan TBC kelenjar.

Perasaan saya saat itu, senang karena saya tidak harus bertemu dengan jarum, benang jahit, pisau bedah ataupun perban. Syok, karena saya benar-benar tidak menyangka bahwa saya mengidap TBC dan bakal terapi obat TB selama berbulan-bulan. Dokter kembali bertanya apakah saya ingin menyakan sesuatu karena saya hanya diam saja dan terlihat syok dengan hasil biopsi. Saya menggelengkan kepala, dan meminta dokter melakukan yang seharusnya dilakukan. Dokter juga memberi saran agar saya segera memulai terapi obat, sebelum kuman TB nya menyebar ke organ lain di dalam tubuh.


Oke segitu saja pengalaman saya ketika di vonis terkena TBC kelenjar. Saya akan posting lagi pengalaman saya selama menjalani pengobatan TB. Semoga bermanfaat.

Monday, January 8, 2018

Bayi Terkena Alergi Biduran Atau Urtikaria

Saya mau share sedikit tentang hari dimana anak saya terserang biduran di sekitar area wajah dan matanya. Anak saya saat itu berusia 13 bulan. Pagi itu anak saya bangun seperti biasanya, sebelum shubuh dan sebelum semua penghuni rumah terbangun. Setelah puas minum ASI saya alihkan dia dalam pengawasan ayahnya karena saya harus menyelesaikan pekerjaan rumah. Dedek jalan-jalan pagi di atas kereta bayi dengan di dorong ayah nya.

Setelah menyelesaikan pekerjaan rumah dan membuat bubur bayi saya menyuapi anak saya. Alhamdulillah makannya cukup lahap. Lalu saya tinggal menyiapkan peralatan buat mandi Si Kecil. Setelah semuanya siap, ternyata Dedek tengah rewel di atas kereta bayi. Si Ayah sedang memegangi kedua tangannya yang berusaha menngucek-ucek matanya. Saya mendekat dan melihat kondisi Si Kecil. Ada beberapa bentol seperti gigitan nyamuk di pipi, pelipis dan bawah matanya. Aku sedikit kesal sama suami, kok Dedek sampek di gigitin nyamuk segitu banyaknya.

Karena Dedek mulai menangis, akhirnya aku gendong dan aku kasih ASI. Dia nenen sambil masih mengusap-usap wajah dan matanya. Tiba-tiba muncul bentol di ujung matanya, dan bentol yang mulanya cuma beberapa semakin lama semakin banyak. Ibu ku curiga kalau Dedek terkena ulat bulu di taman depan rumah karena memang saat itu musim ulat bulu. Kalau aku lebih curiga Dedek terkena alergi biduran, seperti yang sudah saya alami bertahun-tahun lamanya. Ada kemungkinan dia mewarisi alergi itu dari saya. Karena saya mewarisinya dari Ibu, dan Ibu saya mewarisinya dari Nenek.

Tanpa pikir panjang dan sebelum semakin parah alerginya, Dedek aku kasih  minum cetirizine cair yang kebetulan tersedia di rumah. Aku kasih sepertiga sendok takar. Lebih sedikit dari yang diresepkan DSA yaitu setengah sendok takar. Alhamdulillah setelah ditunggu lima belas menitan, si urtikaria mulai mereda. Dedek tidak lagi mengusap-usap wajah dan matanya. Dan bentol bentol di wajahnya pun mulai hilang. Hanya saja sebelah matanya terlanjur bengkak lumayan besar.

Dua bulan setelah kejadian itu Dedek tidak pernah terkena biduran lagi. Semoga saja itu yang pertama dan terakhir. Saya sedih kalau sampai penyakit yang sudah turun menurun dari Nenek dan Ibu saya ini, menurun juga ke anak-anak saya. Kalaupun memang menurun, semoga tidak separah yang terjadi pada saya.

Oh ya, anda pasti berpikir kenapa saya punya persediaan obat cetirizine cair di rumah. Padahal ini pertama kali nya anak saya terserang urtikaria. Sebenarnya ceritanya begini. Pada saat anak saya berumur 8 bulan, anak saya pernah di diagnosis menderita TBC karena batuk yang tak kunjung sembuh. Hail tes mantoux nya antara positif dan negatif. Cuma di dalam keluarga saya tidak ada yang perokok. Dan anak saya, sepengetahuan saya tidak pernah kontak dengan penderita TB. Memang ada kemungkinan sesorang terjangkit TB tanpa ada nya kontak dengan penderita, karena kuman TB juga menyebar lewat udara, hanya saja insting saya sebagai seorang ibu saat itu yakin bahwa anak saya tidak sakit seserius itu.

Benar saja setelah serangkaian pemeriksaan oleh DSA serta menjalani beberapa tes di laboratorium, anak saya hanya diduga menderita ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) karena kondisinya semakin membaik setelah meminum obat yang di resepkan. Tapi anak saya pilek nya tak kunjung sembuh juga. Sehari sampai tiga hari baikan, pilek lagi selama semingguan. Sembuh dua tiga hari, pilek lagi. Begitu terus, berulang sampai kalau tidak salah 5 kali. Akhirnya dokter menduga anak saya terkena alergi jadi beliau meresepkan obat antihistamin pada kunjungan saya hari itu, cetirizin cair dalam bentuk sirup.

Tapi saya pribadi saat itu sedikit ragu dengan diagnosis dokter. Obat alergi sementara tidak saya berikan, karena bulan-bulan itu memang penyakit batuk pilek sedang sepertinya sedang mewabah. Mungkin anak saya tertular virus yang lain saat sudah sembuh, karena kondisinya belum sepenuhnya fit ditambah nafsu makan yang jauh berkurang.

Dan Alhamdulillah anak saya memang hanya terjebak dalam putaran virus flu. Tanpa saya kasih antihistamin kesehatannya berangsur-angsur pulih. Itulah mengapa saya punya persediaan cetirizine cair di rumah.

Semoga sharing saya bermanfaat.


Obat-obatan yang Pernah Saya Pakai Untuk Mengobati Biduran

Sebelumnya saya sudah pernah posting pengalaman saya yang sejak kecil hingga sekarang, di usia saya 27 tahun, menderita biduran atau bahasa medis nya urtikaria. Di postingan kali ini saya akan ngasih tahu beberapa obat yang pernah saya gunakan ketika urtikaria saya kambuh. 

Balsam.
Ada merk Balp**ik, ge**ga, dan beberapa merk lainnya yang pernah saya pakai dan saya lupa namanya. Saran saya gak usah pakek yang beginian deh, karena cuma nambahin penderitaan aja. Udah gatal, panas, lengket pula di kulit. Ini mah ide nya Emak sama Bapak saya. Kelihatannya sih manjur, beberapa jam kemudian si biduran enyah. Menurut pengalaman saya, emang si bentol ini bisa hilang dengan sendirinya walaupun tidak di obati. Tapi beberapa hari kemudian kambuh lagi. Tapi ini hanya berlaku untuk yang punya penyakit alergi dalam bentuk biduran kelas ringan. Kalau bidurannya kelas berat seperti saya, tidak di obati segera ya tambah lama tambah parah. So, this kind of treatment is useless and not very recommended.

Bedak.
Yang pernah saya pakai (maksud saya dipakaikan Emak saya), ada yang merk Hero**n dan Cala**n. Sama juga kayak si balsam, gak ngaruh buat biduran. Mereka mah buat obat biang keringat cocoknya.

CTM.
Nih obat cukup terkenal di masyarakat kita bahkan fenomenal menurut saya, karena di daerah saya kalau susah tidur mereka akan konsumsi obat ini. CTM stands for ‘chlorfeniramin maleat’, obat golongan antihistamin yang banyak di pakai untuk mengobati biduran. Obat ini manjur sih, sayang nya nih obat bikin mata gak bisa melek. Apalagi buat anda yang baru pertama kali konsumsi obat ini. Jadi kalau anda adalah seorang pekerja atau IRT yang perlu mengawasi balita seorang diri, sebaiknya hindari mengkonsumsi obat ini untuk mengatasi biduran anda.

Mulacort.
Ini adalah obat anti alergi yang mengandung Dexamethasone, salah satu obat jenis kortikosteroid yang keras. Kenapa dokter meresepkan obat sekeras ini pada saya sudah saya share penyebabnya dalam postingan saya sebelumnya.
Jadi karena ini adalah obat keras, penggunaannya harus menurut resep dokter dan sebisa mungkin di batasi. Tentunya obat ini juga tidak cocok untuk penggunaan jangka panjang.
Ketika meresepkan obat ini, dokter pun mewanti-wanti saya kalau obat ini hanya boleh di minum saat kambuh saja.

Pronicy.
Ini adalah obat yang diresepkan bersamaan dengan mulacort oleh dokter yang saya kunjungi. Ini juga termasuk obat anti alergi dan golongan obat antihistamin. Banyak yang bilang kalau obat ini bisa menggemukkan badan dan merangsang nafsu makan. Dan itu terjadi pada saya. Seumur hidup cuma sekali saya pernah gemuk. Padahal saat hamil, yang gemuk cuma perut saya. Dan saya baru sadar kalau pronicy ada dibalik kegemukan saya. Dan ketika saya stop konsumsi obat ini, berat badan saya kembali normal seperti sebelumnya. Namun yang saya kurang suka adalah obat-obat ini (mulacort & pronicy), punya efek samping yang sama dengan CTM, entah salah satunya atau keduanya. Malahan rasa kantuk saya lebih berat setelah mengkonsumsi kedua obat ini dari pada waktu saya mengkonsumsi CTM.

Jamu Pahitan.
Ini adalah nama jamu ramuan jawa yang bisa di beli di toko-toko jamu di pasar tradisional. Jamu ini banyak sekali komposisi nya. Yang saya tahu ada temu lawak, temu ireng, kayu secang, laos, serai dan lempuyang. Komposisi yang lainnya saya kurang tahu. Jamu ini rasa pahitnya emang nendang banget dan warna air nya hitam setelah perebusan. Saya biasanya hanya kuat minum sampai tiga tegukan. Selebihnya bisa muntah karena gak kuat sama rasa pahitnya. Dan menurut saya kalau untuk mengobati biduran anda tidak perlu sampai menyiksa diri seperti ini. Karena saya telah membuktikannya selama sebulan minum jamu ini, hasilnya nihil.

Loratadine.
Saya suka obat ini karena tidak menimbulkan kantuk setelah di konsumsi. Namun bekerjanya obat memang tak secepat obat andalan saya ‘cetirizin’. Loratadin lebih lambat reaksi nya dalam menghambat biduran.

Cetirizine.
Inilah obat andalan saya saat urtikaria kambuh. Selain tidak menimbulkan kantuk obat ini memiliki reaksi lebih cepat dalam menumpas urtikaria dari pada obat-obatan lainnya yang pernah saya konsumsi.


Itu saja sharing pengalaman saya soal obat yang biasa saya konsumsi jika alergi biduran saya kambuh. Saran saya, akan lebih baik jika anda bisa mengetahui penyebab alergi yang anda derita. Karena mengkonsumsi antihistamin tidak akan pernah mengobati alergi. Obat ini hanya memberikan efek sembuh sementara saja, jadi saat efek obat habis, alergi pun kambuh lagi.
Sayangnya saya sendiripun sampai detik ini belum mampu mendeteksi penyebab alergi saya. Jadi dengan sangat terpaksa saya bergantung pada obat-obatan ini.


Jangan pernah meratapi kehidupan ini. Just let it flow and always be happy. ☺☺☺

Saturday, January 6, 2018

Saya dan Biduran/Urtikaria

Saya menderita biduran/urtikaria sejak saya masih balita. Hingga hari ini biduran saya masih sering kambuh. Biduran yang saya alami bentuknya seperti bekas gigitan serangga yang bisa menyerang seluruh anggota tubuh dari ujung kepala sampai ujung kaki. Besar dan bentuk bentolan pun bervariasi, mulai dari diameter 0,5 centimeter sampai yang terbesar yang pernah terjadi pada saya adalah selebar punggung saya. Jadi kala itu punggung saya rasanya tebel banget dan sangat gatal. Bentuk bidurannya pun tak selalu bulat, kadang kayak pulau Bali, pulau Sumatra, kadang gede banget kayak benua Eropa. Kalau sudah menyerang yang namanya mata dan bibir, bengkaknya bisa tahan lebih dari 3 hari. Kalau sudah kambuh gitu, saya sering nya bolos sekolah. Jadi tiap bulan pasti ada absen gak masuk.

Biduran ini sensasi gatalnya sungguh istimewa dan ruarrrr biyasah. Apalagi kalau sudah menyerang sekujur tubuh, saya tak kuasa untuk tidak garuk-garuk, kadang sambil nyanyi lagu nya N*ff “Dosa apa yang telah kulakukan…”. Hehehehe.

Dulu waktu pertama kali terserang biduran, emak bapak saya yang memang orang ndeso, tidak membawa saya ke dokter. Menurut mereka ini adalah gatal yang disebabkan oleh serangga yang biasa hidup di tanah. Sampai sekarang saya juga gak ngerti serangga mana yang mereka maksud. Apa iya rayap tanah? Jadi yang di lakukan Emak Bapak saya kala itu, mereka malah membeli balsem lalu di oleskan ke sekujur tubuh saya. Sebagai anak kecil saya cuma bisa menangis menjerit menahan gatal dan panas. Untungnya dulu sewaktu saya kecil kambuhnya cuma sekali dua kali dalam sebulan. Kalau sekarang bisa setiap hari kambuh. Pernah selama 4 tahun saya kambuh biduran seminggu dua sampai tiga kali. Setelah itu selama 2 tahun gak kambuh sekalipun. Lalu kambuh lagi selama beberapa waktu, dan sembuh lagi dalam kurun waktu tertentu. Jadi biduran yang saya alami termasuk kambuhan.

Sampai saat ini saya tidak tahu alergi apa yang menyebabkan saya biduran. Ada dokter yang bilang, saya alergi makanan tertentu. Setelah di tes di laborat, saya tidak ada alergi sama makanan. Ke dokter yang satunya katanya alergi cuaca dingin, eh pas musim panas si biduran juga gak absen nongol. Tapi satu yang saya catet, tiap daya tahan tubuh saya menurun pasti si biduran kambuh. Dulu saya hidupnya di desa, jadi cuma mampu mengunjungi dokter umum. Dari dokter termurah sampai termahal se kecamatan sudah saya datengin. Obat nya belum ada yang cocok dengan saya. Kalau ke dokter yang bayarnya murah, biasanya diresepkan CTM. Gatal sembuh tapi mata gak bisa melek. Kalau ke dokter yang mahal obat nya banyak banget, tapi efeknya gak jauh beda sama CTM. So, ngapain kan saya pilih yang mahal kalau dapetnya sama saja.

Saat saya kelas 3 SMP, biduran saya kambuh tak terkendali.  Gatal dan bentol di sekujur tubuh menyerang tanpa ampun. Mata saya bengkak sampai hampir terpejam. Bibir saya menjadi 4 kali lebih besar dari ukuran normal. Bentol yang pertama belum hilang, muncul lagi bentol yang baru. Jadi bentol nya bertumpuk-tumpuk. Dan kejadiannya itu pas menjelang maghrib. Pas parah-parah nya tengah malam. Saya ingat pas saya ngaca, wajah saya seperti wanita korban penganiayaan, atau wanita yang gagal oplas. Ngeri pokoknya. Wajah asli saya hilang berganti wajah monster, beneran saya gak bohong. Keluarga dan para tetangga kaget dan sangat heran melihat saya. mereka berpikir kok bisa biduran sampai separah itu.

Pagi harinya saya ke praktek dokter umum lagi. Kali ini ganti dokter. Kebetulan dokter ini baru buka praktek di daerah saya. Biaya sekali periksa termasuk terjangkau. Dan Alhamdulillah obat nya lumayan manjur. Saya masih ingat merk obat nya sampai sekarang karena saya mengkonsumsi obat ini sampai saya lulus SMA. Jadi kalau biduran saya kambuh, saya tidak pergi ke dokter lagi. Saya cukup membeli obatnya di apotek. Dan obat nya pun harganya murah karena termasuk obat generik. Nama obat nya adalah ‘mulacort’ dan ‘pronicy’. Di minum saat kambuh saja. Cukup 1 tablet per obat.

Setelah lulus SMA dan kenal internet, saya browsing soal penyakit serta obat yang saya konsumsi selama ini. Ternyata mulacort termasuk obat keras yang tidak di anjurkan untuk pengobatan jangka panjang. Gak hanya mulacort saja ya. Semua obat kimia harusnya memang tidak untuk penggunaan jangka panjang karena tidak baik untuk hati dan ginjal.

Akhirnya setelah browsing sana sini saya memutuskan untuk mencoba loratadin dan cetirizin sebagai alternatif obat saat kambuh. Dari ke dua nya menurut saya, cetirizin lebih cepat menyembuhkan urtikaria serta mencegah kekambuhan lebih lama. Kalau loratadin agak lambat menghilangkan biduran dan jangka kambuhnya lebih cepat. Jadi aku lebih pilih cetirizin. Sekarang saya cukup meminum setengah tablet cetirizin yang 10 mg tiap kali kambuh. Jadi saya selalu beli cetirizin yang bentuk nya tablet agar bisa di bagi dua bukan yang kapsul. Obat ini ada di kamar saya, di ruang makan dan di dalam tas kerja saya. Saya sebar di beberapa tempat berbeda supaya saya bisa segera minum obat saat ada tanda-tanda biduran mulai kambuh. Karena kalau tidak segera di obati, si bidur bisa segera menyerang area mata, bibir dan telapak kaki serta telapak tangan. Kalau menyerang di 4 area itu, bisa sedikit mengganggu aktifitas saya.

Waduh, konsumsi obat kimia bertahun-tahun apa gak takut efek negatifnya? Gak pengen cari pengobatan yang alami saja kah? Pastinya saya takut dan khawatir. Saya sudah mencoba beberapa obat herbal tapi belum ada yang ngaruh. Saya pernah minum obat yang namanya ‘pahitan’. Warna nya hitam dan rasanya beneran paaaaahit banget. Sebulan saya di cekoki Emak saya dengan ramuan ini, dan gak ngaruh sama sekali. Lagian saya minum obat cetirizin cuma saat kambuh saja. Dan jarang sekali kambuh tiap hari, hanya terkadang saja.

Di dalam keluarga saya yang menderita urtikaria selain saya adalah, ibu kandung saya, nenek dari ibu saya, dan 3 dari 6 saudara saya. Jadi saya 6 bersaudara dan 4 dari kami pernah menderita urtikaria. Cuma yang mengalami urtikaria paling parah adalah saya. Dan sedih nya anak lelaki saya juga pernah mengalami urtikaria saat berumur 11 bulan. Tiba-tiba wajah dan matanya bentol-bentol merah dengan jumlah yang sangat banyak hanya dalam waktu sekejap saja. Jadi urtikaria ini kalau menurut saya seperti penyakit yang turun-temurun. Tapi yang saya heran, Ibu saya 8 bersaudara dan yang menderita urtikaria hanya keluarga saya saja. Mungkin nenek saya hanya menurunkannya ke Ibu saya saja, dan karena memang gemar berbagi Ibu saya menurunkannya kepada beberapa anak nya. Terimakasih Ibu… hehehehe.

Dan percaya gak percaya, saat menulis artikel ini, mata saya bentol sebelah. Jadi yang satunya lebar, yang satu nya bengkak besar banget. Keasyikan nulis dan menunda minum obat saat urtikaria mulai muncul. Bagi anda yang sekarang sedang menderita biduran/urtikaria, semoga segeradi beri kesembuhan. Aamiiin.


Sekian sharing pengalaman saya, semoga bermanfaat.

Friday, January 5, 2018

Bercak Darah di Mata, Jangan Panik Ini Penyebabnya.

Pagi ini saya sangat terkejut melihat bola mata anak lelaki saya yang masih berusia 8 bulan ada bercak darahnya. Bercak darah seperti memar itu membuat saya sangat syok karena berada di bagian putih mata dan terlihat sangat kontras, dengan lebar area darah yang hampir memenuhi setengah bagian putih mata. Bukan hanya saya tetapi suami, ibu, bapak dan anggota keluarga yang lain juga kaget. Kami saling menginterogasi apakah kemarin dedek terjatuh, terbentur atau bermain benda tajam. Karena memang kami gantian mengurus si kecil. Semuanya menjawab sepertinya tidak. Seingat saya juga dia tidak main aneh-aneh, cuma dedek hobi kucek-kucek mata akhir-akhir ini, apalagi ketika mengantuk menjelang tidur.

Ibu saya terus mendesak agar dedek segera di bawa ke DSA terdekat. Kami semua sangat khawatir karena ini menyangkut mata, bagian yang sangat vital dari tubuh manusia. Saya sangat takut kalau ada apa-apa dengan mata dedek. Aku raba dahi anak saya, suhu tubuhnya normal. aku taruh mainan di depan matanya sambil menggoyangkannya ke kanan dan ke kiri. Matanya menanggapi dengan baik. Dia tidak rewel ataupun mengucek matanya. Saya rasa matanya tidak gatal. Dia seperti hari-hari biasanya, aktif dan sangat ceria.

Setelah mandi, makan dan menyusu akhirnya dia tertidur. Dan si emak yang udah kepo banget soal kondisi anak nya ini langsung deh say hello to Om Google. Setelah browsing sana sini akhirnya saya memutuskan untuk menunda ke DSA. Bukannya sok pintar atau menghemat pengeluaran #uppss, tapi setelah baca beberapa artikel ternyata kondisi ini tidak berbahaya asalkan tidak di sertai dengan keluhan lain seperti nyeri, gatal atau perubahan dalam penglihatan. Bercak merah akan memudar dan hilang dengan sendirinya beberapa waktu ke depan. Dan benar saja 2 hari kemudian bercak merah di mata anak saya mulai memudar dan menghilang perlahan dalam satu minggu.

Oh ya keluhan mata seperti ini bisa terjadi pada siapa saja baik muda ataupun tua, di sebut pendarahan subkonjungtiva. Penyebabnya banyak sekali dan terkadang juga penyebabnya tidak jelas. Namun pendarahan seperti ini  termasuk pendarahan ringan dan akan sembuh dengan sendirinya tanpa perlu pengobatan. Mungkin ada baiknya kalau mengalami hal seperti ini, mata diistirahatkan sejenak dari aktifitas mata yang berat, menatap layar komputer terlalu lama misalnya.

Itu saja share pengalaman saya kali ini, semoga bermanfaat. Usahakan jangan panik dalam keadaan segenting apapun. Keep calm and focus. Hahahaha semoga kata-kata bijaknya nyambung dengan artikel ini. Hihihihi.


Ini Obat Haid yang Tak Kunjung Henti, Ampuh Banget.


Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Allah juga tidak memberikan suatu penyakit tanpa ada obatnya. Terus berikhtiar dan jangan pernah berputus asa. Ikhtiar bisa dengan jalan apapun asalkan tidak melanggar aturan agama. Saat anda membaca postingan saya, ini juga termasuk sebuah ikhtiar.

6 bulannya lama nya saya menstruasi tanpa berhenti seharipun. Kadang deras sekali, kadang cuma nge flek. Sungguh sangat mengganggu rutinitas sehari-hari terutama ketika harus menjalankan kewajiban sholat 5 waktu ataupun saat bepergian. Obat dari dokter dan rumah sakit yang katanya bisa menghentikan pendarahan, dari yang murah sampai yang mahal, hanya mampu menghentikan darah haid saya beberapa hari saja. Setelah obat habis dan konsumsi obat berhenti, haid datang lagi.

Alhamdulillah, saya sembuh lantaran jamu ramuan jawa yang dibuatkan oleh ibu mertua saya. Ramuan nya terdiri dari buah pinang sebanyak  6 buah, 5 lembar sirih hijau, dan 3 lembar sirih merah. Untuk buah pinang, pilih yang masih muda (warnanya hijau). Buah pinang ini kalau di daerah saya biasa di sebut “kembang jambe”. Biasa di jual di pasar tradisional. Orang yang jualan kembang jambe ini biasanya juga berjualan bunga yang digunakan untuk ziarah kubur. 3 buah buah pinang di hargai 2000 rupiah. Untuk daun sirih merah dan hijau, kalau sulit di dapat bisa di skip. Karena yang paling penting adalah buah pinang nya.

Caranya, buah pinang di belah dua lalu direbus dengan 5 gelas air. Setelah airnya berubah warna agak gelap, masukkan daun sirih hijau dan merah. Tunggu sampai kira-kira airnya tinggal 3 gelas. Matikan kompor lalu tuang ke dalam gelas menggunakan saringan teh. Tunggu sampai hangat dan mengendap. Minum air nya saja,endapannya di buang karena tidak baik untuk ginjal. Minum ramuan ini cukup sehari sekali. Minum sampai darah haid benar-benar bersih. Saya minum selama 4 hari. Alhamdulillah setelah darah haid berhenti, jadwal menstruasi saya juga kembali teratur.


Selamat mencoba, semoga anda mendapatkan kesembuhan. Amiiin…